BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 24 November 2009

Senin, 23 November 2009

ANALISIS KELOMPOK BARONGSAI DAN LIONG

Latar Belakang

Keberagaman bukanlah hal yang aneh lagi bagi masyarakat Indonesia. Sekurang-kurangnya terdapat 300 suku bangsa (Geertz dalam Sanjatmiko, 1999; Suryadinata, 1999) yang mendiami seluruh wilayah nusantara. Dari sejumlah golongan etnis (suku bangsa) tersebut secara umum bangsa Indonesia terbagi dalam dua golongan besar yakni golongan etnis pribumi seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Minang dan golongan etnis pendatang seperti etnis India, Arab, Eropa (yang diwakili Portugis dan Belanda) serta etnis Cina. Di bidang agama, setidaknya ada lima agama yang resmi diakui oleh pemerintah yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha dan Hindu serta satu aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Suryadinata, 1999; Sanjatmiko, 1999).

Kesemuanya itulah yang membentuk satu masyarakat yang masuk dalam wadah negara Republik Indonesia. Untuk menjaga kondisi aman dan tentram dalam kemajemukan bangsa Indonesia diperlukan bentuk hubungan antarkelompok yang harmonis. Adanya toleransi antargolongan etnis dan antarumat beragama merupakan satu bentuk keharmonisan yang perlu dipertahankan.

Pemerintah Orba yang lahir pascaperistiwa Gerakan 30 September 1965 memutuskan bahwa hanya ada satu cara untuk menyelesaikan masalah Cina yakni melalui proses asimilasi (Lan dalam Wibowo, 1999). Solusi ini juga dijadikan sebagai solusi nasional sebagaimana tercermin pada berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Orba berkenaan dengan masyarakat etnis Cina. Semua dilakukan agar masyarakat etnis Cina dapat terasimilasi dengan baik dan prasangka buruk terhadapnya berkurang. Beberapa peraturan itu adalah keputusan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/1966 mengenai pergantian nama sehingga mulai saat itu masyarakat etnis Cina harus memakai nama khas Indonesia bukan nama khas Cina. Instruksi Presiden No. 14/1967 yang mengatur agama, kepercayaan dan adat-istiadat keturunan Cina akibatnya setiap warga etnis Cina harus masuk dalam agama-agama yang resmi diakui oleh pemerintah dan pagelaran seni seperti tari Barongsai dilarang dipertontonkan di depan khalayak umum (dicabut oleh pemerintah berdasarkan Keppres No. 6/2000). Peraturan lainnya seperti keputusan Presiden No. 240/1967 mengenai kebijakan pokok yang menyangkut Warga Negara Indonesia (WNI) keturunan asing, serta Instruksi Presidium Kabinet No. 37/U/IN/1967 tentang kebijakan pokok penyelesaian masalah Cina (Lan dalam Wibowo, 1999; Warta Kota, 20 Januari 2000; Kompas, 5 Februari 2000) turut memperkuat kebijakan asimilasi tadi. Hasil nyata dari beberapa peraturan tadi adalah berkurangnya tampilan budaya Cina dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan latar belakang keadaan seperti ini, muncullah beberapa penelitian yang berusaha mengungkap persoalan-persoalan di balik masalah antaretnis tersebut. Setidaknya terdapat tujuh penelitian psikologi yang menyentuh masalah hubungan antaretnis ini. Tema-tema penelitian yang telah diangkat antara lain: persepsi antaretnis di Indonesia (Warnaen, 1978), jarak sosial (Waluyo, 1989), penerimaan golongan Cina beragama Islam/Non-Islam (Mauludi, 1989), sistem kepercayaan-ketidakpercayaan (Simbolon, 1989), nasionalisme golongan etnis Cina (Rimadewi, 1989), persepsi terhadap siswa golongan etnis Cina (Tjun, 1990), persepsi tentang diskriminasi (Arief, 1997).

Dari sekian penelitian yang pernah dilakukan tersebut, belum ada yang mengungkap secara eksplisit bagaimana sebenarnya sikap masyarakat pribumi terhadap masyarakat golongan etnis Cina pada umumnya. Sikap itu sendiri dapat didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh seseorang tentang suatu kelompok sosial dalam dimensi yang global seperti positif-negatif, baik-buruk, disukai-tidak disukai dan sebagainya (Esses, Zanna, Haddock; 1993). Dengan mengetahui sikap masyarakat golongan pribumi terhadap masyarakat golongan etnis Cina, kita dapat mengetahui sejauh mana golongan etnis Cina dinilai positif atau negatif, baik atau buruk, disukai atau tidak disukai oleh golongan pribumi. Berangkat dari hal tersebut, kita dapat melihat apakah sikap masyarakat terhadap masyarakat golongan etnis Cina cukup berperan dalam kesenjangan hubungan antara kedua golongan etnis tersebut.

Kelompok etnis merupakan kelompok yang mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu seperti agama, ras, wilayah dan budaya dan tradisi tersendiri. Aspek-aspek yang terkait dengan kelompok etnis adalah aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial budaya. Menurutnya aspek fisik adalah mengenai rasa penerimaan diri atas atribusi fisik pada etnis atau ras seperti warna kulit, jenis rambut, dan bentuk fisiologis lainnya. Pada aspek psikologis hal ini menunjukkan rasa kepedulian pada komitmen pada kelompok etnis atau ras, termasuk rasa bangga pada keanggotaan dan tanggung jawab pada kelompoknya. Dan yang terakhir, aspek sosial budaya merupakan perwujudan tingkah laku individu terhadap masalah sosial budaya dan isu-isu kemasyarakatan.

Profil Kelompok Barangsai dan Liong “Tri Pusaka”

Kelompok barongsai dan liong berdiri sejak tanggal 25 Juni 1998. kelompok ini Asal mula berdirinya kelompok tersebut adalah dari Wu Shu yang berkembang menjadi olah raga seni dan budaya yaitu barongsai dan liong (naga). Wu Shu merupakan seni olahraga dari Negara Cina, Tiongkok yang lebih mengedepakkan seni bela diri. Wu Shu berkembang ke arah barongsai dan liong. Selama Kelompok ini masih di Wu Shu, Bpk. Heru Subianto memiliki keinginan, dorongan untuk mengembangkan kea rah barongsai dan liong. Berdirinya kelompok ini di dukung oleh Bapak Budi Darmawan dan Bapak Widarto sebagai ketua “MAKIN” yang mengkoordinasi sehingga terbentu kelompok ini.

Whu Shu dan Barongsai maupun liong memiliki hubungan erat dengan seni olahraga dan seni yang di padukan menjadi sesuatu yang menarik dan indah baik seni geraknya, musik dan keterpaduan gerakan dengan musik. Barongsai dan liong pada zaman orde baru kurang berkembang karena pemerintah melarang dan orang takut memainkan barongsai atau liong bias dibelokkan ke arah politik olehmasyarakat pribumi.

Barongsai memiliki makna penting di dalam budaya atau keyakinan orang-orang Cina baik yang tingal di Indonesia maupun di luar negeri.. Kepercayaan orang Cina sejak zaman dulu hingga sekarang adalah dengan melakukkan dan menyelunggarakan atraksi barongsai atau liong di percaya dap pengusiran roh jahat atau aura jahat di suatu tempat tertentu. Selain itu, pada zaman dahulu teradapat anggapan bahwa barongsai menunjukkan kegagahan. Dalam memainkan barongsai dan liong, pemain harus memiliki jiwa seni tinggi dalam mengolah gerak dengan musik menjadi keterpaduan yang baik.

Kelompok barongsai dan liong Tri Pusaka berpusat di SMP Tri Pusaka. Tidak lepas dari nama kelompok tersebur latihan anggota-anggotanya adalah di SMP dan SMA TRI PUSAKA SURAKARTA. Visi dari kelompok barongsai dan liong ”Tri Pusaka” adalah menjadi suatu hiburan yang positif dan dapat diterima masyarakat sebagai suatu budaya tanpa ada unsur politis.. Sedangkan misi dari kelompok tersebut antara lain menjadi suatu kelompok yang berkembang serta mengharumkan nama baik perkumpulan maju tidak hanya meraih juara ditingkat daerah melainkan di tingkat Internasional.Tujuan dari organisasi ini tidak jauh dari visi dan misi mereka.

Tujuan dari kelompok barongsai dan liong “Tri Pusaka” adalah:

  • Memupuk jiwa persatuan dan solidaritas antar anggota.
  • Memupuk rasa persaudaraan sesama anggota, juga dengan anggota kelompok lain serta masyarakat.
  • Dapat ikut dan menjadi juara baik di tingkat daerah hingga ASEAN.
  • Turut berusaha melestarikan budaya dan seni.
  • Membentuk jasmaniah yang kuat.
  • Menyalurkan bakat anggotanya secara wajar.

Peraturan-peraturan kelompok barongsai dan liong “Tri Pusaka” adalah

  • Tidak boleh bergabung dengan kelompok lain yang sejenis.

Hal itu di karenakan ada kemungkinanan kelompok lain yang sejenis memsasukkan anggota tersebut untuk ikut suatu perlombaan di sisi lain anggota tersebaut memperjuanggkan kelompok ini untuk meraih juara. Apabila anggota kelompok ini masuk ke kolompok lain tetapi tidak sejenis, di perbolehkan asalkan tidak meganggu latihan.

  • Menghormati anggota yang lebih tua

Kelompok ini mempunyai budaya untuk mengghormati yang lebih tua sehingga antara anggota baru maupun anggota lama dapat berjalan baik yang aka menciptakakkan suasana kondusif.

  • Disiplin, anggota harus tepat waktu dalam mengikuti latihan secara terus-menerus.
Anggota harus mengikuti jadwal latihan secara rutin yaitu 1 minggu/3 kali.
  • Membimbing anggota yang lebih muda

Saling bantu membantu terutama sebagai anggota yang lama harus memberi contoh dan arahan kepada anggota baru yang berdampak pada perkembangan anggota dalam kemampuannya menggerakkan atau memainkan barongsai secara indah..

Syarat-syarat untuk dapat menjadi anggota barongsai dan liong “Tri Pusaka”adalah

  • Memiliki semagat tinggi dan motivasi yang kuat untuk maju.
  • Mengisi dan menyerahkan formulir pendaftaran serta tanpa di pungut biaya.
  • Mempunyai disiplin yang tinggi dan mampu mematuhi peraturan yang ada.
  • Memiliki fisik yang kuat dan sehat.

Sanksi-sanksi yang diberikakan tehadapa anggota yang tidak disiplin antara lain:

  • Selama latihan tidak mengikuti 3 kali tanpa alasan yang jelas akan mendapatkan hukuman dari pelatih biasanya hukuman fisik misalnya lari mengelilingi lapangan, puss up dan lain-lain tetapi dalam jumlah yang wajar dari pelatih.
  • Selama latihan tidak mengikuti 5 kali tanpa alasan yang jelas dinggap sudah kelar dari anggota apabila masuk lagi akan dianggap anggota baro.
  • Selama latihan melakukkan kesalahan yang cukup vatal akan di keluarkan dari keanggotaan kelompok tersebut oleh ketua secara langsunG.

Syarat masuk kelompok ini cukup mudah tetapi dalam pelaksanaan setalah diterima menjadi anggota menjadi berat. Setelah menjadi anggota harus mematuhi peraturan dan norma yang berlaku di kelompok ini. Anggota setiap latihan harus berlatih fisik terlebih dahulu, dalam memainkan barongsai dan liong (naga) jiwa seni anggota harus di munculkan dan dikembangkan untuk meciptakakn gerakan-gerakan indah.

KegitanKelompok Barongsi dan Liong ”Tri Pusaka”

Latihan dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan kemampuan anggota. Latihan dilakukan 1 minggu 3 kali setiap hari rabu, jum’at dan minggu pada pukul 16.00-18.00 WIB. Sarana latihan barongsai yang digunakan 2 buah barongsai, kursi kayu, tonggak besi, matras sedangkan prasarana :pakaian dan alat-alat musik. Sarana latihan liong yang digunakann 1buah liong sedangkan prasarana pakaian dan alat musik.

  • Barongsai

Barongsai dimainkan oleh 2 orang (kepala dan ekor) dan dibutuhkan Tim musik yang berjumlah 6 orang bisa laki-laki atau wanita. Anggota barongsai berjumlah 35 orang diantaranya 6 orang wanita, umurnya bervariasi dari 28 sampai 29 tahun bahkan ada yang hampir umur (om yanbing dan Om yanbeng). Biasanya pemain belakang dilakukan oleh anggota berfisik kuat dan bentuk tubuh lebih besar tetapi tidak mencolok Alat-alat musiknya berupa : Tambur (1 orang), Simbal (4 orang) dan bendi /ling (1 orang). Latihan barongsai dari tingkatan dasar hingga menjadi mahir. Mahir artinya anggota mampu menggerakan barongsai sesuai dengan musik secara selaras dan harmonis. Latihan dasar : latihan fisik gerakan dasar seperti gerakan kepala , langkah kaki dan lain-lain serta mengikuti arahan pembimbing. Setelah 3 bulan anggota dibimbing dan dilatih untuk mengkombinasikan gerakan dasar hingga muncul mimik sesuai dengna musik. Ada 2 tipe permainan barongsai yaitu di lantai dan latihan di tonggak.

Kreteria orang yang di ikutka lomba liong yaitu a). Umur anggota sesuai dengan tingkatan lomba yaitu tingkat junior (8 tahun) dan tingkat seneor (28-29 tahun) 2) Telah di orbitkan oleh pelatih, umumnya sudah selama 2 tahun atau kurang dari 2 tahun (minimal 1 tahun) tetapi mempunyai potensi untuk ikut lomba. lomba barongsai di bagai menjadi 2 jenis yaitu bermain di lantai dan bermain di atas tonggak (tiang besi). Permainan di lantai maupun di tonggak memiliki kesulitan masing-masing dalam memunculkan mimik barongsai (ekspresi misalnya saat berjalan, mengantuk, terkejut, berlari-lari dan lain-lain) yang disesuaikan dengan musik. Dalam satu tahun mengikuti lomba lebih dari 2 perlombaan barongsai. Lomba yang pernah diikuti antara lain lomba-lomba sejawa tengah dan lomba tingkat nasional (presiden cup). Sebagian besar mendapatkan juara dari mengikuti lomba-lomba terakhir tahun 2008 mendapat juara 1di permainnan tonggak dan juara 3 di permainan lantai di tingkat nasional (presiden cup).

  • Liong (naga)

Liong dimainkan oleh 10 orang (1 orang memegang bola api) dan tim musik 6 orang. Anggota liong berjumlah 25 orang laki-laki sebagian besar berumur 15 sampai 25 tetapi ada juga yang berumur 54 tahun (pak Kelik). Latihan mengguakan liong dan alat musik. Alat-alt musik yang digunakan tidak jauh beda dengan barongsai tetapi ada penambahan alat musik yaitu : Tambur (1 orang), Simbal (2 orang), ling/bendi (1 orang), rebab (1 orang), dan seruling (1 orang). Tempat latihan ini juga di gunakan oleh ABRI, KOPASUS, KOSTRAT dan BRIMOB untuk latihan liong(naga).

Kreteria orang yang di ikutka lomba liong yaitu a). orang-orag yang berumur antara 15-25 tahun karena masih memiliki fisik yang kuat dan aktaktif 2). Telah di orbitkan oleh pelatih, umumnya sudah selama 2 tahun atau kurang dari 2 tahun (minimal 1 tahun) tetapi mempunyai potensi untuk ikut lomba. Panjang liong yang di pertandingankan ada 2 jenis yaitu liong dengan panjang 21 dan 19 meter di ukur dari kepala hingga ekor. Lomba yang pernah diikuti antara lain lomba-lomba sejawa tengah dan lomba tingkat nasional (presiden cup). Dalam satu tahun mengikuti lomba lebih dari 2 perlombaan liong. Lomba-lomba yang pernah di ikuti sebagian besar mendapatkan juara tetapi tidak sebaik barongsai.

Komunikasi antar anggota barongsai dan liong tinggi. Inteaksi antar anggota berorientasi positif misalnya saling membimbing, saling menghormati. Konflik yang sering terjadi adalah konflik interpersonal dan konflik intragrup. Kelompok ini tetap bertahan karena setiap masalah diselesaikan secara kekeluargaan dan musayawarah. Pengambilan keputusan kelompok ini dengan metode kesepakatan bersama. Masalah-maslah yang muncul di kelompok ini disampaikan kepada ketua barongsai kemudian di diskusikan bersama-sama secara kekeluargaan. Kesepakatan bersama diartikan sebagai opini kolektif pada kelompok melalui musyawarah bersama. Hubungan sosial individu-individu dalam kelompok ini membentuk konfigurasi tertentu. Konfigorasi berbentuk jala (network).

Proses terbentuknya kelompok ini berdasarkan:

1. Teori Kedekatan (Propinquity Theori)

Teori ini mengaggap seseorang berhubungan dengan orang lain, disebabkan karena ruang dan daerah. Pendekatan ini hanya melihat permukaan dari gejala-gejala berkelompok dan kurang melihat kompleksitas. Contoh : anggota kelompok barongsai dan liong ”Tri Pusaka” berasal dari tempat yang sama atau bertempat tinggal di surakarta.

2. Teori yang dikembangkan oleh Humans

teori ini berdasarkan aktivitas-aktivitas, interaksi-interaksi dan setimen-setimen (perasaan atau informasi). Contoh: anggota ini mempunyai aktifitas-aktifitas tigggi terutama dalam latihan, antar anggota terjadi interaksi langsung yang sifatnya terus-menerus (saling membimbing) yang menimbulkan perasaan menghormati dan menghargai antar anggota.

Tempat-tempat yang digunakan untuk atraksi barongsai dan liong adalah:

  • Kegiatan ritual (tolak bala) yang dilaksanaakan di tempat ibadah (klenteng)
  • Rumah seseorang yang mengundang kelompok ini untuk melakukkan ritual tolak bala.
  • Pembukaan pertokoan, rumah makan maupun peresmian jalan, jembatan, pabrik-pabrikkarena atarksi barongsai dan liong dianggap membawa berkah atau keuntungan.
  • Atraksi barongsai dan liong dapat dilakukkan di berbagai tempat yang dianggap membawa bencana disebut juga ”kirap”.

Selama pertunjukan barongsai , hamparan warga bukan Tionghoa memadati klenteng untuk menyaksikan kelincahan para pemain barongsai dan liong (naga) dengan tertib dan penuh semangat. Masyarakat memberikan tepuk tangan meriah, ketika adegan-adegan bagus ditampilkan para pemain. Seusai pertunjukan yang digelar oleh para pemain yang mayoritas adalah pemuda bukan Tionghoa itu, warga yang memadati halaman kelenteng membubarkan diri dengan tertib dan tenang.

StrukturKelompok Barongsi dan Liong ”Tri Pusaka”

Kelompok Barongsai

Ketua : Bpk. Heru Subianto

Wakil ketua : Bpk. Adi Candra

Bendahara kelompok barongsai dan liong : Ibu Indriani

Kelompok Liong (Naga)

Ketua : Bpk. Hengki

Selama berdirinya kelompok ini Bpk. Heru Subianto telah menjadi ketua selama 9 tahun. Bapak Heru Subianto mempunyai keinginan menyerahkan jabatan sebagai ketua kepada orang lain dengan syarat. Syarat-syarat menjadi ketua kelompok barongsai dan liong Tri Pusaka antara lain :

  • Suka atau senang dengan barongsai dan liong, apabila seseorang menyenangi sesuatu akan memberikan semangat dalam mengerjakan tugasnya.
  • Memiliki pengetahuan dan informasi untuk membangun kelompok ini.
  • Mempunyai jiwa kepemimpinan
  • Mampu mengkoordinasi anggota
  • Mampu memberi motivasi terhadap anggota
  • Mampu memanfaatkan peluang demi tercapainya tujuan bersama
  • Memikrkan kemajuan kelompok.

Manfaat Kelompok Barongsi dan Liong ”Tri Pusaka”

Manfaat kelompok ini bagi anggota adalah:

  • Menambah pengetahuan dan informasi bagi anggota.
  • Kelompok memperkenalkan dan mendorong jiwa seni anggota sehingga mampu menciptakan gerakan-gerakan yang indah dalam memainkan barongsai.
  • Memberikan kepuasan jasmani karena merupakan salah satu bentuk olahraga.
  • Memberikan kebanggaan tersendiri bagi anggota karena yang mengikuti lomba barongsai disetarakan dengan atlet-atlet olahraga lainnya.

Manfaat kelompok ini bagi kelompok lain adalah:

  • Membina hubunga yang harmonis dengan kelompok lain.
  • Membimbing kelompok lain yang membutuhkan bantuan dari kelompok Tri Pusataka karena cikal bakal kelompok barongsai dan liong yang terdapat di Surakarta.

Manfaat kelompok ini bagi masyarakat adalah:

  • Menjadi salah satu hiburan yang positif sehingga masyarakat menerima dan merespon positi tentang seni budaya barongsai dan liongBagi kepercayaan Cina dapat menolak bala atau roh jahat

Kendala-kendala yang dihadapai kelompok ini adalah: Masalah dana yaitu mengenai problem sponsor untuk mendukung perkembangan kelompok ini agar kelompok tersebut menjadi maju. Biaya yang cukup besar digunakan untuk melakukan perawatan-perawatan dan pembelian sarana prasarana barongsai maupun liong. Perawatan dilakukan untuk menjaga sarana prasarana yang layak digunakan untuk latihan maupun mengikuti lomba misalnya seragam pakaian alat musik, barongsai dan liong Harga-harga barongsai dan liong serta perlengkapannya misalnya : 1 barongsai dan pakaian dari produksi lokal harganya mencapai Rp 3,5-4 juta, 1 liong harganya mencapai Rp 6-7 juta serta pembelian atribut lain seperti bendera, vandel (lambang kelompok).

[budaya_tionghua] [Pontianak Post] Barongsai Budi Agung Wakili Kalbar

SIAP TAMPIL: Barongsai Budi Agung terus berlatih keras mempersiapkan diri menghadapi Cheng Ho Lion Dance Championship di Semarang. FOTO BEARINGPontianak,- Dua kelompok barongsai dari Yayasan Budi Agung (YBA) akan mewakili Kalimantan Barat dalam kejuaran barongsai tingkat nasional yang diberi tajuk 'Cheng Ho Lion Dance Championship 2005' yang dilangsungkan di Semarang tanggal 5 hingga 7 Agustus 2005. Hari ini (Minggu), tim yang berkekuatan 20 personil ini akan bertolak ke Semarang.

Kejuaraan barongsai ini dihelat untuk memperingati perayaan 600 tahun kedatangan Laksamana Cheng Ho (Sam Poo Lung ) di Indonesia, khususnya di Semarang, sekaligus membina dan memasyarakatkan seni olahraga barongsai.

Ketua Harian Persatuan Seni dan Olahraga Barongsai Indonesia (Persobarin) Kalbar, Simon Budianto didampingi sekretarisnya Drs Hartono Azas L MBA mengatakan, Pengda Persobarin Kalbar menerima undangan untuk mengikuti kejuaraan tersebut dan mengutus grup barongsai YBA mewakili Kalbar. Mengapa YBA yang ditunjuk sebagai perwakilan Kabar dalam ajang ini? Menurut Simon, YBA adalah satu-satunya grup barongsai yang paling siap untuk mengikuti event ini.

Simon yang juga menjabat sebagai Ketua YBA ini melanjutkan, persiapan YBA untuk mengikuti ajang skala nasional ini sudah berlangsung lama. Pengalaman dalam mengikuti Piala Pangdam VI tahun 2004 (merebut juara II) dan mengikuti Piala Perwaguszi 2004 (juara III), merupakan modal utama untuk unjuk gigi dalam kejuaraan Cheng Ho Lion Dance nanti. "Tahun ini, biarpun tidak ada pertandingan, kita tetap berlatih setiap hari Minggu," katanya.

Dia tidak muluk-muluk memasang target dalam kejuaraan ini. Mengingat, lawan yang dihadapi merupakan tim-tim berpengalaman seperti dari Padang, yang sudah kenyang akan juara barongsai tingkat internasional, serta dari daerah lain seperti Kudus dan Madiun. "Bisa merebut juara III saja sudah menjadi prestasi tersendiri bagi kita. Yang penting bagi kita adalah, memperbanyak pengalaman bertanding agar pembinaan barongsai Kalbar, ke depannya semakin tangguh," ujarnya.

Perlombaan yang dirancang oleh pengurus besar Persobarin Surabaya pimpinan Dahlan Iskan ini hanya menyajikan satu kategori, yakni tonggak. Sistem pertandingannya mengacu pada standar internasional, dalam hal ini, Lion Dance Federations (LDF) yang berpusat di Beijing China. Setiap tim diberi waktu maksimal 12 menit untuk unjuk kebolehan di atas tonggak berukuran 2 hingga 3 meter dengan panjang landasan 10 sampai 15 meter. Sekitar 28 tim dari seluruh daerah di Indonesia akan berlaga dalam lomba yang memakai sitem gugur ini. Rencananya, oleh PB Persobarin, perhelatan ini akan dilangsungkan secara rutin. "Karena perlombaan ini berstandar internasional, maka pemenang dalam event ini akan mewakili Indonesia dalam mewakili perlombaan serupa tingkat internasional," jelas Simon, sembari meminta dukungan moral dan doa dari warga Kalimantan Barat untuk kesuksesan tim YBA dalam perlombaan ini. (zan)

Barongsai, Kesenian Tradisi yang Mendunia

Barongsai adalah kesenian tradisional etnis Tionghoa yang telah menjadi kesenian nasional dan bahkan internasional. Indonesia termasuk negara yang diperhitungkan pada setiap perlombaan barongsai tingkat internasional, karena atraksi barongsainya selalu mengundang decak kagum para penonton.

Kesenian barongsai di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak lama, tapi baru berkembang pesat pada sembilan tahun terakhir setelah era reformasi. Orang, kini, bisa menyaksikan atraksi barongsai pada setiap kesempatan secara terbuka.

Sebelumnya pada era orde baru, atraksi barongsai hanya bisa dijumpai pada hari raya umat Tionghoa, yakni tahun baru Imlek dan panen raya umat Tionghoa, Cap Go Meh, pada hari ke-15 setelah tahun baru Imlek.

Pesatnya perkembangan barongsai di Indonesia tidak hanya menjadikan kesenian asal negara tirai bambu ini sebagai hiburan, tapi telah didirikan induk organisasi resmi tingkat nasional, yakni Persatuan Seni dan Olahraga Barongsai Indonesia (Persobarin), pada 2006.

Pengurus Pusat Persobarin periode 2006-2010 adalah Dahlan Iskan (ketua umum), Kuncoro Wibowo (ketua harian), dan Budi Santoso Tanuwibowo (sekjen).

Sedangkan, pengurus daerah Persobarin telah tersebar di sejumlah provinsi antara lain, di Rihau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Setalan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Papua.

Bahkan, Persobarin telah didaftarkan sebagai salah satu induk organisasi olahraga di KONI Pusat.

Pesatnya perkembangan kesenian tradisional yang memerlukan keterampilan khusus ini, maka makin bisa dijumpai atraksi barongsai, baik di pusat perbelanjaan, di gedung, atau di lapangan, pada kegiatan tertentu.

Salah satu atraksi barongsai ditampilkan oleh grup barong Kong Ha Hong Jakarta, di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta istri dan para undangan VIP lainnya pada peringatan hari kelahiran (harlah) Khonghucu ke-2559 di Stadion Persikabo Cibinong, Kabupaten Bogor, Minggu (12/10).

Saat itu, tidak hanya sekitar 10.000 umat Khonghocu yang hadir dibuat kagum oleh atraksi barongsai, tapi Presiden Yudhoyono, Ibu Ani Yudhoyono dan tamu VIP lainnya, beberapa kali tampak menatap secara serius dan bertepuk tangan.

Barongsai yang dimainkan dua pemuda anggota grup barong Kong Ha Hong, tampil lincah di atas tonggak-tonggak kayu berdiameter hanya sekitar 20 sentimeter dan tinggi bervariasi dari 125 sentimeter hingga 200 sentimeter.

Pimpinan grup barong Kong Ha Hong, Huang Pak yang menuntun atraksi barong melalui narasi, membantu para penonton memahami makna dari setiap gerakan yang ditampilkan pasangan pemain serta tingkat kesulitan yang dilakukannya.

Menurutnya, keunggulan sebuah barongsai jika bisa memainkan atraksi dengan tingkat kesulitan tinggi, keserasian gerak barong dari kerja sama antara pemain di kepala dan ekor, serta keserasian antara gerak barong dan musik pengiring.

Atraksi barong di hadapan Presiden, memenuhi semua kriteria tersebut. Apalagi, saat barong melakukan lompatan-lompatan lincah di atas 16 tonggak ramping dan tinggi, membuat para penontonnya tampak tegang, tapi kadang-kadang tertawa jenaka.

Pasangan pemain barong yang pandangannya terbatas tersebut, mampu melakukan lompatan indah berjarak lebih dari satu meter di atas tonggak ramping pada ketinggian sekitar dua meter.

Bahkan, pasangan pemain barong tersebut juga mampu menjaga keseimbangan saat salah satu pemainnya menapak di sisi tonggak, untuk mengambil daun yang diletakkan di sana dan menaruhnya di mulut barongsai.

Risikonya, jika pijakannya meleset sedikit saja, maka pasangan pemain barong tersebut akan jatuh yang bisa membuatnya cidera. “Atraksi barongsai di hadapan Bapak Presiden, adalah atraksi kelas internasional. Pasangan pemain barong ini, pada lomba barong tingkat internasional di Malaysia tahun lalu, meraih posisi kelima dunia,” kata pimpinan Yayasan Sosial Kong Ha Hong Jakarta ini.

Perbedaan atraksi barongsai kelas internasional dan tradisional, kata dia, adalah atraksi yang dimainkannya. Atraksi barongsai kelas internasional di atas tonggak-tonggak ramping yang memiliki kesulitan tinggi. Sedangkan, atraksi barongsai tradisional di lantai datar yang tingkat kesulitannya rendah.

Seorang pembuat barongsai, Lily Hambali mengatakan, barongsai yang populer di Indonesia berasal dari dua wilayah di daratan Cina, yakni wilayah utara dan selatan.

Dari dua wilayah tersebut, barongsai dari wilayah selatan lebih populer dan paling banyak ditampilkan baik di Indonesia maupun dunia.

Ada dua jenis barongsai dari wilayah selatan, yakni barongsai “Pusan” yang mulutnya menyerupai mulut bebek serta barongsai “Teksan” yang mulutnya menyerupai mulut kucing.

Sedangkan, barongsai dari wilayah utara, hanya satu jenis yakni “Tekingsan”, yang di seluruh tubuhnya dipenuhi bulu. Pimpinan Grup Kesenian Barongsai Bogor (GKBB) ini bisa membuat tiga jenis barongsai tersebut dan juga bisa memainkannya.

Menurut dia, grup barogsai dimainkan oleh sepasang pemain dan delapan orang pemain musik. Dalam satu grup barongsai, bisa menampilkan beberapa barongsai sekaligus, yang atraksinya saling mendukung. (T.K-Riza Harahap)

Senin, 16 November 2009

sejarah liong




Tari Naga (karakter sederhana: 舞龙; karakter tradisional: 舞龍; pinyin: wǔ lóng) atau disebut juga Liang Liong di Indonesia adalah suatu pertunjukan dan tarian tradisional dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa. Seperti juga Tari Singa atau Barongsai, tarian ini sering tampil pada waktu perayaan-perayaan tertentu. Orang Tionghoa sering menggunakan istilah 'Keturunan Naga'(龍的傳人 atau 龙的传人, lóng de chuán rén) sebagai suatu simbol identitas etnis.

Dalam tarian ini, satu regu orang Tionghoa memainkan naga-nagaan yang diusung dengan belasan tongkat. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala naga-nagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari. Terkadang bahkan kepala naga ini bisa mengeluarkan asap dengan menggunakan peralatan pyrotechnic.

Para penari menirukan gerakan-gerakan makhluk naga ini --- berkelok-kelok dan berombak-ombak. Gerakan-gerakan ini secara tradisional melambangkan peranan historis dari naga yang menunjukkan kekuatan yang luar biasa dan martabat yang tinggi. Tari naga merupakan salah satu puncak acara dari perayaan Imlek di pecinan-pecinan di seluruh dunia.

Naga dipercaya bisa membawa keberuntungan untuk masyarakat karena kekuatan, martabat, kesuburan, kebijaksanaan dan keberuntungan yang dimilikinya. Penampilan naga terlihat menakutkan dan gagah berani, namun ia tetap memiliki watak yang penuh kebajikan. Hal-hal inilah yang pada akhirnya menjadikannya lambang lencana untuk mewakili kekuasaan kekaisaran.


tari Naga ini berasal dari zaman Dinasti Han (tahun 180-230 SM) dan dimulai oleh orang-orang Tionghoa yang memiliki kepercayaan dan rasa hormat yang besar terhadap naga. Dipercaya bahwa pada mulanya tarian ini adalah bagian dari kebudayaan pertanian dan masa panen, disamping juga sebagai salah satu metode untuk menyembuhkan dan menghindari penyakit. Tarian ini sudah menjadi acara populer di zaman Dinasti Sung (960-1279 M) dimana acara ini telah menjadi sebuah kebudayaan rakyat dan, seperti barongsai, sering tampil di perayaan-perayaan yang meriah.

Sejak semula naga-nagaan dalam Tari Naga ini dibuat dengan menggabungkan gambaran-gambaran dari berbagai hewan yang lumrah ditemui. Kemudian naga kaum Tionghoa ini berkembang menjadi sebuah makhluk dunia dongeng yang dipuja dalam kebudayaan Tionghoa. Bentuk fisiknya merupakan gabungan dari bagian fisik berbagai hewan, diantaranya tanduk dari rusa jantan, telinga dari banteng, mata dari kelinci, cakar dari harimau dan sisik dari ikan --- semuanya melengkapi tubuhnya yang mirip dengan tubuh ular raksasa. Dengan ciri-ciri ini, naga dipercaya sebagai makhluk amfibi dengan kemampuan untuk bergerak di tanah, terbang di udara dan berenang di laut --- memberikan mereka peranan sebagai penguasa langit dan hujan.

Para kaisar di Cina kuno menganggap diri mereka sendiri sebagai naga. Oleh karenanya naga dijadikan lambang dari kekuasaan kekaisaran. Ia melambangkan kekuatan magis, kebaikan, kesuburan, kewaspadaan dan harga diri.

Tari Naga saat ini adalah sebuah karya penting dalam kebudayaan dan tradisi Tionghoa. Tarian ini telah tersebar di seluruh Cina dan seluruh dunia. Karya ini menjadi sebuah pertunjukan seni khusus Tionghoa, melambangkan kedatangan keberuntungan dan kemakmuran dalam tahun yang akan datang bagi semua manusia di bumi.

Berdasarkan catatan sejarah, berlatih seni ilmu bela diri Cina sangatlah populer dalam periode Chun Chiu. Di waktu-waktu kosong, Tari Naga ini juga diajarkan kepada para pelajar ilmu bela diri untuk menambah semangat. Di zaman Dinasti Ching, kelompok Tari Naga dari propinsi Foochow pernah diundang untuk tampil di istana kaisar di Beijing. Kaisar Ching memuji dan kagum akan keterampilan mereka, sehingga langsung memberikan ketenaran yang luar biasa bagi kelompok Tari Naga ini.

sejarah barongsai

Barongsai adalah tarian tradisional Cina dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa[1]. Barongsai memiliki sejarah ribuan tahun. Catatan pertama tentang tarian ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ke tiga sebelum masehi[2]
Kesenian Barongsai mulai populer di zaman dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian barongsai melegenda.

Kesenian Barongsai mulai populer di zaman dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi. Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian barongsai melegenda.